Iklan

Ane penikmat video iklan, dengan tema-tema tertentu.

Terutama iklan-iklan menyentuh hati ala-ala Thailand bisa bikin gua tercenung berhari-hari. Dan gua pun juga sangat mengapresiasi iklan hedon yang ‘bagus’ di mata gua.

Berkali-kali pingin gua bagi rasa wah ketakjuban gua akan iklan-iklan tipe-tipe hedonistik ini ke beranda Facebook gua. Tapi kok setelah gua pikir-pikir agak kurang pada tempat dan audience yang pas.

Di sini gua mau coba share 4 iklan yang paling membekas dalam kecengangan gua.

Jam

Gua suka jam. Suka sekali. Tapi bukan untuk gua pakai. Karena pergelangan tangan gua kecil dan ndak cocok dipakaein sama jam. Jadinya gua suka mengapresiasi jam dengan cara memandangnya saja. Tapi teteup, gua suka jam. Dan iklan Bvlgari berikut bener-bener bikin gua nggak berkedip memandangnya.

Komentar gua cuman satu: Seksi!

Keindahan

Gua suka sesuatu yang memanjakan mata, dalam bahasa sederhananya, keindahan. Dan iklan dari Cartier ini, bagi gua, begitu indah untuk dideskripsikan. Musiknya, gambarnya, nuansanya, semuanya pas.

Komentar gua pun sederhana: Uwoggghhh!

Mobil

Gua suka beberapa jenis mobil, terutama yang tipe sporty. Lebih tepatnya lagi, yang bentuknya lucu-lucu ndak jelas. Walau gua ndak ada rencana beli BMW sama sekali, tapi iklan BMW yang ini bener-bener gua apresiasi. Elegan luar biasa.

Romansa

Gua penggemar hal-hal yang berbau romantis sebenernya. Dan iklan Cartier (lagi) ini bener-bener bikin gua terhanyut suasana dalam waktu yang cukup lama.

Indah. Ini salah satu hal terindah yang pernah gua lihat.

Sekian.

 

Di Mana Pejalan Kaki?

1 bulan sudah hampir kira-kira gua mengamati perkehidupan perIndonesiaan kembali. Dan ada hal yang cukup mengganggu gua satu. Di manakah para pejalan kaki?

Seriusan!

Gua kebetulan tinggal di perumahan. Dari rumah ke depan jalan raya tempat sumber makanan ndak sampai 500 meter. 300 meter untuk jarak terdekat dan 450 meter untuk jarak yang agak jauhan lebih tepatnya. Udah gua ukur di google map. Dan tiap gua jalan dari rumah ke tempat makan, gua jarang sekali melihat orang yang berjalan kaki keluar, entah beli makan kek, jalan-jalan kek, atau apalah. Sesampainya gua di tempat toko-toko makanan pun gua melihat berjejeran sepeda motor dan mobil di depan toko-toko makanan tadi. Hm! Maka mari berpikir positif, mungkin rumah mereka jauh-jauh.

Mungkin juga, karena gua di perumahan, sehingga gua jarang lihat orang jalan… Tapi ya, kayaknya logika gua ada yang salah. Mungkin di tempat lain orang-orang yang pada jalan kaki lebih mudah ditemui.

Maka gua pun mencoba untuk jalan ke tempat-tempat yang agak jauhan, ke mall, ke balai kota, ke cafe-cafe tak terdekat, ke banyak tempat. Dan gua mulai ngeh, bahwa orang-orang sini pada males jalan kaki. Oh, tentu saja ada pengecualiannya, yaitu di dalam mall. Selebihnya, jalanan sepi pejalan kaki. Kalau ada yang jalan, termasuk gua, malah terlihat aneh. Orang-orang yang lagi duduk di pinggir jalan, menatap orang yang berjalan kaki di pinggir jalan. Absurd. Ya Tuhan, di tengah isu menipisnya dan naiknya harga bahan bakar dunia, ternyata orang-orang malah semakin giat mempergunakan hal-hal ini.

Hampir semuanya dengan giatnya menggunakan kendaraan pribadi mereka ke mana pun mereka pergi. Kalau dirangkum, kira-kira beginilah urutan kegiatan transaksi kehidupan sehari-hari.

  1. Keluar pintu rumah jalan kaki ngeluarin motor (atau mobil).
  2. Mendudukkan bokong di jok.
  3. Gerakin telapak-jari tangan dan kaki.
  4. Nikmati semilir angin (atau AC) hingga tujuan.
  5. Turunin bokong.
  6. Kemudian bertransaksi.

Bahkan untuk jarak yang ndak lebih dari 500 meter tadi, gua menemui orang yang naik mobil untuk menempuhnya. Hah!

Apakah gua tinggal di kota yang tidak ramah untuk pejalan kaki? Bisa jadi. Trotoar agak susah dinikmati terkadang. Selain jalanan panas, ramai, bergeronjal, banyak kendaraan, pohon perdu untuk pejalan kaki pun jarang. Padahal taman ada banyak bertebaran berserakan di berbagai tempat, tapi bukan untuk para pejalan kaki sih.

Menikmati kota dengan berjalan kaki itu padahal menyenangkan lho.

Nggak nyangka juga, gua akhirnya mulai membanding-bandingkan kehidupan yang dulu gua ingin sekali keluar darinya dengan kehidupan sekarang yang gua mulai berkeluh kesah dengannya. Mungkin di tulisan ini gua mau mencoba menyanjung negara yang dulu gua hobi suka nyinyiri selama di sana.

Tanpa sadar, gua dulu hidup dengan manusia-manusia yang mayoritas suka jalan kaki ke mana-mana. Di jalan gua bertemu sebagian besar dengan manusia, bukan kendaraan pribadi. Di jalan gua berjalan-jalan bersama masyarakat yang juga semua bertebaran berjalan-jalan dan berbincang-bincang. Di jalan gua pun bisa dengan santainya berjalan kaki melihat pemandangan, bangunan, ataupun toko-toko sekitar sambil menikmati udara luar. Di jalan gua pun duduk, berdiri, menunggu bersama manusia-manusia sekitar akan datangnya angkot, bus ataupun kereta.

Boro-boro mau naik, jadwal dan trayek peta angkot pun susah sekali gua temui di sini.

Gua pun berpikir, untuk memecahkan permasalahan ini. Dan gua pun akhirnya menemukan solusinya: If you cannot beat them, then join them. Maka, gua pun berniat untuk beli kendaraan pribadi juga.

Hah!